BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan era millenium yang
sudah di deklaraasikan, dikenal dengan millennium development goals (MDGs), dan
deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara
negara-negara berkembang dan negara maju. Negara-negara berkembang berkewajiban
untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia di mana kegiatan MDGs
di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan
negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya
keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi serta Indonesia yang
berada di lingkungan yang berbahaya alamnya membuat masyarakat harus selalu
sadar dan siaga untuk mempersiapkan diri dalam segala hal. Oleh sebab itu pemerintah
melakukan mobilisasi massa dan pemberdayaan masyarakat serta mendorong setiap
desa mengembangkan desa siaga.
1.2 RumusanMasalah
Rumusan masalah
yang dapat dirumuskan dari latar belakang dan makalah ini adalah :
1.2.1 jelaskanpengertian millennium development goals (Mdgs)dan (Sdgs)
1.2.2jelaskanperan perawat dalam penurunan angka kematian
ibu dan anak
1.2.3jelaskantrend dan isuue maternitas
1.2.4jelaskankesehatan ibu dan
anak (KIA)
1.3 Tujuan
Untuk
mengetahui,memahami,dan menerapkan konsep marternitas dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan masyarakat
maupun di rumah sakit.
1.4 Manfaat
Sebagai pedoman dalam
memahami konsep marternitas keperawatan
khususnya dalam Pembelajaran di
masyarakat maupun dirumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mdgsdan Sdgs
Masih segar dalam
ingatan, bahwa Indonesia pernah mencanangkan program Indonesia Sehat tahun
2010, sebagai bagian dari upaya pemenuhan terhadap tuntuntan konstitusi yaitu
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, tetapi setelah tahun yang dimaksud sudah
berlalu selama empat tahun, apakah Indonesia sudah sehat? Kemudian ada lagi
program pembangunan nasional yang mengacu pada agenda internasional, yaitu
pembangunan pada abad milenium yang diikuti oleh 189 negara, termasuk
Indonesia, dan akan memasuki tahap akhir evaluasinya pada tahun 2015.
Pantauan sementara dari
8 program dengan masing-masing indikatornya, nampaknya ada sejumlah program
yang tidak mungkin untuk dicapai pada tahun tersebut, bahkan ada salah satu
indikator di bidang kesehatan yang justru terjun bebas dari tahun sebelumnya.
Melihat perkembangan
hasil pembangunan dibeberapa negara yang masih belum sesuai dengan target maka Millennium Development Goals
(MDGs) pun siap-siap akan ganti baju dan bernama menjadi SDGs (Sustainable Development Goals). Pertanyaannya
adalah sampai kapan pembangunan ini, khususnya di Indonesia, mampu mencapai
batas akhir yaitu terwujudnya kesejahteraan sosial?
Era Sustainable Development Goals (SDGs)
atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah dimulai saat negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia, menyepakati Outcome
Document SDGs pada tanggal 2 Agustus lalu. Dokumen ini berisi tentang
deklarasi, tujuan, target dan cara pelaksanaan SDGs hingga tahun 2030. Dokumen
ini adalah kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium
Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015 ini, dengan 17 tujuan dan 169
target.
SDGs untuk tahun 2016 –
2030. SDGs ini, merupakan program yang kegiatanya meneruskan agenda-agenda MDGs
sekaligus menindaklanjuti program yang belum selesai. Bidang kesehatan yang
menjadi sorotan adalah sebaran balita kurang gizi di Indonesia, proporsi balita
pendek, status gizi anak, tingkat kematian ibu, pola konsumsi pangan pokok, dan
sebagainya.
Secara teknis, dari
delapan tujuan pembangunan milenium ini masing-masing telah memiliki program
yang berkelanjutan untuk dilaksanakan serta memiliki alokasi anggaran baik dari
pemerintah pusat, daerah maupun lembaga donor.
Sasaran pertama, dalam penanggulangan kemiskinan, ada program klaster
PKH, Raskin, PNPM mandiri, KUR dan UKM serta program pemenuhan kebutuhan
fasilitas dasar.
Program sasaran kedua,
dalam rangka mencapai pendidikan dasar untuk semua, pemerintah telah
menyelenggarakan pendidikan dasar yang terjangkau dan berkualitas, yang
ditempuh antara lain melalui program Bantuan Operasional Sekolah yang
dilaksanakan sejak tahun 2005 dan cakupan pada tahun 2011 sebesar 42,1 juta
orang.
Program sasaran ketiga,
dalam mendorong Kesetaraan Gender Dan Pemberdayaan Perempuan upaya peningkatan
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia ini secara umum
dicapai karena gencarnya upaya pengarusutamaan gender (PUG) yang dilakukan
sejak tahun 1999.
Sasaran keempat, dalam menurunkan Angka Kematian Anak, berbagai upaya
yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesehatan anak Indonesia, yakni
melalui continuum of care berdasarkan
siklus hidup, continuum of care berdasarkan
pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), continuum of care pathway sejak
anak di rumah, di masyarakat (pelayanan posyandu dan poskesdes), di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar, dan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Sasaran kelima, dalam meningkatkan Kesehatan Ibu, pemerintah
mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi ibu-ibu dalam persalinan antara lain
dikembangkan tiga program penting, yaitu Jaminan Persalinan, Kelas Ibu Hamil,
dan Rumah Tunggu Ibu Hamil. Selain itu penurunan angka kematian ibu diperkuat
oleh program keluarga berencana.
Sasaran keenam, dalam Memerangi Hiv Dan Aids, Malaria Dan Penyakit
Menular Lainnya telah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satu upaya
tersebut yakni penggunaan kondom pada hubungan seksual yang berisiko tinggi
menularkan HIV dan AIDS.
Sasaran ketujuh, dalam memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dalam
rangka meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan dan rasio luas
kawasan lindung, Pemerintah Indonesia telah melakukan kegiatan prioritas
rehabilitasi hutan dan lahan kritis, termasuk hutan mangrove, pantai, gambut
dan rawa pada Daerah Aliran Sungai prioritas di seluruh Indonesia dengan target
pada periode 2010-2014 seluas 2,5 juta hektar.
Sasaran kedelapan, dalam Membangun Kemitraan Global Untuk Pembangunan,
Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan rasio besarnya ekspor dan impor
terhadap PDB, antara lain melalui kebijakan peningkatan daya saing produk
ekspor nonmigas melalui diversifikasi pasar serta peningkatan keberagaman dan
kualitas produk, yang didukung oleh strategi, mendorong upaya diversifikasi
pasar tujuan ekspor untuk mengurangi tingkat ketergantungan kepada pasar ekspor
tertentu; meningkatkan keberagaman dan kualitas produk terutama untuk
produk-produk manufaktur yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber
daya alam, dan permintaan pasarnya besar; dan meningkatkan kualitas perluasan
akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di berbagai tujuan pasar
ekspor melalui pemanfaatan skema kerjasama perdagangan baik bilateral, regional
maupun multilateral; serta melakukan pengendalian impor produk-produk yang
berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri.
Evaluasi secara
menyeluruh terhadap berbagai strategi pelaksanaan program masing-masing
kementerian/lembaga terkait, dalam rangka mewujudkan tercapainya sasaran
pembangunan milenium, menurut hemat saya bahwa kurangnya komitmen, koordinasi
dan komunikasi antar pemangku kepentingan, dalam mencapai target MDG’s.
Indonesia tidak boleh
mengulangi kesalahan MDGs, yang baru dipikirkan secara serius oleh Pemerintah
10 tahun setelah MDGs disepakati. Pemerintah perlu segera membuka keran
partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan SDGs. Berkaca dari
pengalaman masa lalu (MDGs), keberhasilan pencapaian Tujuan–tujuan MDGs tidak
hanya ditentukan oleh pemerintah dan badan multilateral semata, melainkan juga
kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan, terutama aktor masyarakat
sipil. Sebagaimana diamanatkan oleh SDGs, keterlibatan masyarakat sipil
dalam penyusunan dan pelaksanaan agenda pembangunan global memerlukan kemitraan
yang sejajar dari berbagai pemangku kepentingan (inklusif).
Bukankah para founding fathers
sudah meninggalkan warisan kemerdekaan dan sebuah komitmen bangsa, yang bahkan
sudah ada sebelum lahirnya indikator MDGs dan SDGs? yaitu, pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2.2 Peran perawat dalam penurunan
angka kematian ibu dan anak
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
yang masih tinggi menyebabkan pemerintah Indonesia membuat berbagai program
untuk mengatasi masalah ini. Di segi lain, Indonesia yang berada di lingkungan
yang berbahaya alamnya membuat masyarakat akan selalu sadar dan siaga untuk
mempersiapkan diri dalam segala hal, termasuk mempersiapkan lingkungan tempat
tinggalnya, masyakarat dan keluarganya yang setiap saat siap untuk menghadapi bahaya
alam dan bersiap juga menghadapi berbagai penyakit yang mematikan serta juga
meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya. Di dalam mempersiapkan diri tersebut,
masyarakat perlu dipandu dan didukung oleh tenaga- tenaga yang sesuai serta
juga fasilitas yang memadai yang didukung oleh pemerintah.Persiapan
implementasi ‘desa siaga’ yang telah dicanangkan oleh menteri kesehatan R.I.
Hal ini merupakan kesempatan bagi semua jajaran termasuk seluruh tim kesehatan
untuk bersama-sama mensukseskan program ini. Perawat yang merupakan tenaga
kesehatan terbesar di tim pelayanan kesehatan yang bekerja selama 24 jam,
merupakan tenaga yang seharusnya diperhitungkan untuk kesuksesan program ini.
Oleh karena itu makalah ini akan mengulas tentang bagaimana peran dan fungsi
perawat dalam mempersiapkan pelaksanaan ‘desa siaga’ dalam rangka ikut
menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta mempersiapkan masyarakat dalam
menghadapi bahaya-bahaya dalam kesehatannya.
Desa Siaga Sebagai Strategi Pelayanan Kesehatan
Visi Depkes yang baru yakni: ”Masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat” dengan misi ”Membuat rakyat sehat”. Untuk pencapaian visi dan misi
tersebut, strategi yang ditempuh adalah: (1) Menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat; (2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas; (3) Meningkatkan system surveilans,
monitoring dan informasi kesehatan; (4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan,
dinyatakan bahwa Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakatmemiliki kemampuan
menjangkau pelayana kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan
kesehatan. Masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu adalah pelayanan kesehatan, yang
diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi, termasuk pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana. Sedangkan, perilaku masyarakat
yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
sadar hukum, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat
termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman. Untuk menanggulangi
berbagai masalah kesehatan seperti disparitas kesehatan yang masih tinggi antar
daerah, rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin, rendahnya kondisi
kesehatan lingkungan,dan desentralisasi yang mengakibatkan tidak sinkronnya
pusat dan daerah, diusulkan pembentukan mobilisasi.
Pengertian Dan Ciri-Ciri
Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya
memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan secara mandiri dalam rangka mewujudkan Desa Sehat. Pengertian Desa
ini dapat berarti Kelurahan atau Nagari atau istilah-istilah lain bagi satuan
administrasi pemerintah setingkat Desa. Desa Siaga dapat dikatakan
merekontruksi atau membangun kembali berbagai upaya kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM). Desa Siaga juga merupakan revitalisasi PKMD yang merupakan
pendekatan edukatif yang dewasa ini mulai dilupakan orang.Pengembangan Desa
Siaga sebenarnya upaya erajut berbagai upaya kesehatan berbasis masyarakat, dan
membangun kembalikegotong-royongan kesehatan yang ada di desa. Serta membangun
jejaring (networking) berbagai UKBM yang ada di desa. Desa Siaga yang menjadi
embrio Desa sehat nantinya diharapkan dapat melengkapi komponen-komponennya
yang terdiri dari adanya Pos Kesehatan Desa (poskesdes) atau UKBM lainnya yang
akan mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, penerapan PHBS
oleh masyarakat, kesiapsiagaan masyarakat dalam Safe Community, Survailans
kesehatan berbasis masyarakat, serta pembiayaan kesehatan yang berbasis
masyarakat. Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka ciriciri Desa Siaga
adalah
1.
Memiliki pemimpin dan
atau tokoh masyarakat yang peduli kepada kesehatan
2.
Memiliki organisasi
kemasyarakatan yang peduli kepada kesehatan masyarakat desa
3.
Memiliki berbagai upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
4.
Memiliki Poskesdes yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
dasar,
5.
Memiiki sistem surveilans (penyakit, gizi, kesling dan PHBS) yang
berbasis masyarakat
6.
Memiliki sistem pelayanan kegawat-daruratan (safe community) yang
berfungsi dengan baik
7.
Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat (mandiri)
dalam pembiayaan kesehatan seperti adanya Tabulin, Dasolin, Dana Sehat, dana
Sosial Keagamaan dan lain-lain)
8.
Masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Perawat
dalam pelaksanaan Desa Siaga
Perawat sebagai ujung tombak tenaga
kesehatan dimasyarakat tentu harus juga dipersiapkan dalam pelaksanaan
Desa Siaga ini. Dengan mengacu dari prinsip –prinsip praktik keperawatan
komunitas yaitu (Astuti Yuni, Nursasi 2005)
Kemanfaatan , yang berarti
bahwa intervensi yang dilakukan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
komunitas (keseimbangan antara manfaat dan kerugian).
Prinsip otonomi yaitu
komunitas harus diberikan kebebasan untuk melakukan atau memilih alternatif
yang terbaik yang disediakan untuk komunitas.
Keadilan yaitu melakukan upaya
atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas Adapun peran
perawat di sini antara lain (Old, London, & Ladewig, 2000):
1.
Sebagai pemberi
pelayanan dimana perawat akan memberikan pelayanan keperawatan langsung dan
tidak langsung kepada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2.
Sebagai pendidik,
perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan resiko tinggi atau
dan kader kesehatan.
Sebagai contoh perawatan langsung pada
kasuskasus penyakit pada balita seperti diare, ISPA,kurang gizi, DBD dll. Untuk
kasus diare, perawat akan mengevaluasi status hidrasi untuk memutuskan rujukan
yang diperlukan. Jika tidak terjadi dehidrasi atau dehidrasi ringan maka
perawat akan memberikan asupan cairan /oralit dan melakukan monitoring sampai
perbaikan status hidrasi. Perluasan dari peran dan fungsi perawat merupakan
tantangan baru dari keadaan praktek keperawatan saat ini. Misalnya perawat di
ICU meningkatkan ketrampilan dan pengetahuannya dalam mengoperasionalkan
penemuan tehnologi dan kadang-kadang melakukan aktifitas yang infasive namun
sesuai dengan standar operasional prosedur didalm rangka mempertahankan jiwa
serta mengoptimalkan kesehatan pasien. Perawat didesa yang terpencil sudah
sejak lama diharapkan bias mengatasi masalah kesehatan meskipun diluar dari
batas perannya, yang sering disebutkan sebagai peran tambahan/’expanded
role’(misalnya memberikan obat untuk penyakit-penyakit ringan dan memintakan
pemeriksaaan test patologi). Perawat dinegara berkembang seperti Amerika
mempunyai hak untuk memberikan pelayanan kesehatan wanita. Seperti melakukan
pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan post partum dan memberikan pendidikan
kesehatan kepada kelaurganya dalam rangka mencegah resiko tinggi persalinan.
Mengacu dari BPPSDM Dep Kes 2006,
mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Desa Siaga dijelaskan bahwa SDM
pelaksana pada program Desa Siaga ini menempati posisi yang sangat penting, di
mana mereka akan berperan dalam sebuah tim kesehatan yang akan melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan. SDM Kesehatan yang akan ditempatkan di Desa Siaga
ini memiliki kompetensi sebagai berikut:
1.
Mampu melakukan
pelayanan kehamilan dan pertolongan persalinan, kesehatan ibu dan anak,
2.
Mampu melakukan
pelayanan kesehatan dasar,
3.
Mampu melakukan
surveilans,
4.
Mampu melakukan
pelayanan gizi individu dan masyarakat,
5.
Mampu melakukan
kegiatan sanitasi dasar,
6.
Mampu melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan,
7.
Mampu melakukan
pelayanan kesiapsiagaan terhadap bencana, dan mampu melaksanakan pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat. Perawat dengan peran dan fungsinya untuk ikut
mensukseskan Desa Siaga, sebaiknya telah dipersiapkan dengan baik sehingga
beberapa persyaratan SDM seperti dijelaskan di atas bisa dicapai.
2.3 Trend dan isuue maternitas
Ketika
masa-masa atau ketia dalam periode kehamilan, ada beberapa penyakit mematikan
yang bisa terjadi pada wanita hamil. Resiko kematiannya juga sangat besar bagi
janin di dalam kandungan bahkan bagi wanita yang hamil tersebut. Berikut 5
penyakit yang perlu diwaspadai ketika wanita sedang hamil.
2.3.1 Penyakit Jantung
Pada
saat hamil, jantung wanita nrmal akan mengalami perubahan-perubahan secara
fisiologis yang disebabkan oleh beberapa faktor. Hipervolemia salah satunya,
dimana terjadi penipisan cairan ekstraseluler sehingga menyebabkan wanita hamil
kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler. Sering juga terjadi
jantung dan diafragma terdorong ke atas karena terjadi pembesaran rahim sehingga
denyut jantung, nadi dan volume darah meningkat sedangkan tekanan darah
menurun. Beberapa faktor tersebutlah yang nantinya dapat menyebabkan seorang
wanita hamil dapat terkena penyakit jantung. Ketika terkena penyakit jantung,
seorang wanita hamil akan mengalami abortus, prematuritas, dismaturitas dan
bahkan terjadi kematian janin.
Untuk
itu diperlukan beberapa penanganan bagi wanita hamil untuk mencegah terjadinya
penyakit jantung. Seperti memberikan pengertian kepada wanita hamil untuk
melakukan pengawasan antenatal secara teratur sesuai jadwal, mencegah
kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan, bila terjadi sesak nafas,
infeksi pada saluran pernafasan dan sianosis, segera bawa ke rumah sakit agar
mendapat penanganan dengan baik. Wanita hamil dengan penyakit jantung harus
beristirahat dengan baik, melakukan diet rendah garam dan pembatasan jumlah
cairan.
2.3.2 Penyakit
Diabetes Melitus
Penyakit
diabetes melitus yang terjadi pada wanita hamil sering disebut diabetes melitus
gestasional. Penyakit ini merupakan penyakit diabetes yang sering dialami para
wanita hamil. Gejalanya hampir sama seperti gejala-gejala pada penyakit
diabetes lainnya. Seperti seringnya buang air kecil, selalu merasa lapar dan
selalu ingin minum. Gejala-gejala tersebut kadang tidak disadari para wanita
hamil karena gejala-gejala tersebut nampak seperti kegiatan normal bagi para
wanita hamil.
2.3.3 Tuberkulosis Paru
Penyakit
ini juga sering ditemukan pada wanita hamil. Banyak wanita hamil yang tidak
menyadari adanya penyakit ini. Gejalanya seperti batuk yang lama, nafsu makan
berkurang, badan terasa lemah, berat badan menurun, sakit bagian dada dan
bahkan ada yang sampai batuk darah. Penderita yang megalami TBC Paru ini
sebaiknya melakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD. Bila hasilnya
positif, kemudian melakukan pemeriksaan bagian dada. Pada saat pemeriksaan,
perlu diperhatikan agar janin tidak terkena sinar-X. Untuk penderita TBC Paru
yang didiagnosa aktif, diperlukan pemeriksaan sputum BTA untuk tes uji kepekaan
atau sensitivitas. Penyakit ini dapat sembuh bila diobati secara baik dan
penderita mematuhi pengobatan yang diberikan. Pengobatan ini akan berlangsung
lama dan teratur sehingga diperlukan peran suami atau keluarga dalam memberikan
penjelasan dengan baik. Diusahakan untuk menutup mulut ketika sedang batuk,
tertawa dan bersin. Sebagian besar obat TBC baik untuk wanita hamil namun, obat
seperti stretomisin harus dihindari karena berpengaruh pada janin. Obat
tersebut dapat diganti dengan obat etambutol.
2.3.4 Ginjal
Ketika
sedang hamil, ada beberapa perubahan fungsional pada ginjal dan saluran kemih.
Timbulnya gejala-gejala kelainan fisik perlu diperhatikan ketika sedang hamil.
Sering terjadi peningkatan pembuluh darah dan ruang intertisial di dalam ginjal
dan akan terjadi pemanjangan sekitar 1 cm pada wanita hamil dan akan kembali
normal pada saat melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melukuk dan
dapat berpindah tempat ke lateral. Namun, akan kembali normal ketika 8-12
minggu setelah bayi lahir. Akibat dari membesarnya uterus hiperemi organ-organ
pelvis dan pengaruh hormon, terjadi perubahan pada kandung kemih. Otot pada
kandung kemih mengalami hipertofi yang berakibat pada hormon estrogen dan
kapasitas kandung kemih meningkat hingga 1 liter karena efek dari hormon
progesterone yang berelaksasi.
2.3.5 Asma
Penyakit
asma yang sering dijumpai di beberapa wanita hamil yaitu asma bronkiale.
Penyakit ini sering timbula pada minggu ke-24 hingga minggu ke-36 namun, akan
jarang terjadi ketika di akhir kehamilan. pengaruh penyakit ini pada wanita
hamil tergntung dari seberapa sering dan seberapa beratnya serangan penyakit
ini sehingga mengakibatkan wanita hamil mengalami hipoksia atau kekurangan
oksigen. Ketika terjadi hipoksia, perlu segera diatasi supaya tidak berpengaruh
terhadap janin dan biasanya akan mengakibatkan keguguran, gangguan pada
pertumbuhan janin dan partus premature.
2.4 Kesehatan ibu dan anak (KIA)
Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal
dunia. Selain
itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena
sebab sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio
kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap
tinggi di atas 200 selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. Hal ini bertentangan dengan
negara-negara miskin di sekitar Indonesia yang menunjukkan peningkatan lebih
besar pada MDG kelima (Gambar 1). Indonesia
telah melakukan upaya yang jauh lebih baik dalam menurunkan angka kematian pada
bayi dan balita, yang merupakan MDG keempat. Tahun 1990-an menunjukkan
perkembangan tetap dalam menurunkan angka kematian balita, bersama-sama dengan
komponen-komponennya, angka kematian bayi dan angka kematian bayi baru lahir.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun.
terakhir,
penurunan angka kematian bayi baru lahir (neonatal) tampaknya terhenti. Jika
tren ini berlanjut, Indonesia mungkin tidak dapat mencapai target MDG keempat
(penurunan angka kematian anak) pada tahun 2015, meskipun nampaknya Indonesia
berada dalam arah yang tepat pada tahun-tahun sebelumnya.
Pola-pola kematian anak
Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru
lahir (neonatal), bulan pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal pada
usia yang berbeda adalah 19 per seribu selama masa neonatal, 15 per seribu dari
usia 2 hingga 11 bulan dan 10 per seribu dari usia satu sampai lima tahun.
Seperti di negara-negara berkembang lainnya yang mencapai status pendapatan
menengah, kematian anak di Indonesia karena infeksi dan penyakit anak-anak
lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu,
kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan
kesehatan. Kematian bayi baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam
menurunkan kematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi
baru lahir ini dapat ditanggulangi. Indonesia karena infeksi dan penyakit
anak-anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan
pendidikan ibu, higiene rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke
pelayanan kesehatan.
Kematian bayi
baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih
lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir dapat ditanggulangi. Baik di daerah
perdesaan preceding maupun perkotaan dan untuk semua kelompok kekayaan,
perkembangan dalam mengurangi angka kematian bayi baru lahir telah terhenti
dalam beberapa tahun terakhir. Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI
2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita maupun angka kematian bayi
baru lahir telah meningkat pada kelompok kekayaan tertinggi, tetapi alasannya
tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka
kematian balita sepertiga lebih tinggi daripadaangka kematian balita pada rumah
tangga perkotaan, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa angka kematian di
perdesaan mengalami penurunan lebih cepat daripada tingkat kematian di
perkotaan, dan bahwa kematian di Baik
di daerah perdesaan maupun perkotaan dan untuk seluruh kuintil kekayaan,
kemajuan dalam mengurangi angka kematian bayi telah terhenti dalam beberapa
tahun terakhir.
Survei Demografi
dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa baik angka kematian balita
maupun angka kematian bayi baru lahir telah meningkat pada kuintil kekayaan
tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas (Gambar 2). Meskipun rumah tangga
perdesaan masih memiliki angka kematian balita sepertiga lebih tinggi daripada
angka kematian balita pada rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi
menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami penurunan lebih cepat
daripada angka kematian di perkotaan.urbanisasi yang cepat,
sehingga menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang
buruk pada penduduk miskin perkotaan, yang diperburuk oleh perubahan dalam
masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring pengaman sosial tradisional.
Kualitas pelayanan yang kurang optimal di daerah-daerah miskin perkotaan juga
merupakan faktor penyebab.
Angka kematian
anak terkait dengan kemiskinan. Anak-anak dalam rumah tangga termiskin umumnya
memiliki angka kematian balita lebih dari dua kali lipat dari angka kematian
balita di kelompok kuintil paling sejahtera. Hal
ini karena rumah tangga yang lebih kaya memiliki akses yang lebih banyak ke
pelayanan kesehatan dan sosial yang berkualitas, praktek-praktek kesehatan yang
lebih baik dan pada umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Angka kematian anak di daerah-daerah miskin
di pinggiran perkotaan jauh lebih tinggi daripada rata-rata angka kematian anak
di perkotaan. Studi tentang “mega-kota” Jakarta (yang disebut Jabotabeki),
Bandung dan Surabaya tahun 2000 menyatakan angka kematian anak sampai lima kali
lebih tinggi di kecamatan-kecamatan perkotaan pinggiran kota yang miskin di
Jabotabek daripada di pusat kota Jakarta. Kematian anak yang lebih tinggi
disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang berhubungan dengan kepadatan penduduk
yang berlebihan, serta rendahnya kualitas air bersih dan sanitasi yang buruk.Perbedaan geografis yang mencolok: angka
kematian balita lebih dari 90 per seribu anak di tiga provinsi di kawasan timur
(Gambar 3).
Kematian bayi baru lahir sangat tinggi
di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat,
melebihi angka kematian balita di provinsi-provinsi yang kaya seperti
Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sedangkan angka kematian di Jawa
umumnya lebih rendah, tetapi terdapat sejumlah besar perempuan dan anak-anak
yang terkena dampak dari kondisi ini, yang mengakibatkan perlunya pertimbangan
dalam menentukan target upaya-upaya yang dilakukan.Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka
kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih
berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada
anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran
hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan
menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini
disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di
antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.Indonesia mengalami peningkatan feminisasi epidemi HIV/AIDS. Proporsi
perempuan di antara kasus-kasus HIV baru telah meningkat dari 34 persen pada
tahun 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya, Kementerian Kesehatan
telah memproyeksikan peningkatan infeksi HIV pada anak-anak.
Kesenjangan pelayanan kesehatan
Pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dapat mencegah tingginya
angka kematian. Di Indonesia, angka kematian bayi baru
lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pelayanan antenatal dan pertolongan
persalinan oleh profesional medis adalah seperlima dari angka kematian pada
anak-anak yang ibunya tidak mendapatkan pelayanan ini. Gambar 4 memberikan
gambaran umum tentang cakupan beberapa pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir di Indonesia.Indonesia
menunjukkan angka peningkatan proporsi persalinan yang dibantu oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persen pada
tahun 2010. Indikator tersebut hanya mencakup dokter dan bidan atau
bidan desa. Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap tiga persalinan
berlangsung tanpa mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan apapun, hanya
ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga.
Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih
rendah, yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah
perempuan di 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas
kesehatan apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka
sendiri. Perempuan yang melahirkan di fasilitas kesehatan memungkin untuk memperoleh
akses ke pelayanan obstetrik darurat dan perawatan bayi baru lahir, meskipun
pelayanan ini tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan. 1 satu satu sebab-MDG) sekitar atas 200 kesehatan
hal lebih balita, komponen-beberapa
untuk meskipun tahun-saat ini usia
bulan dan Seperti mencapai Indonesia karena infeksi dan penyakit anak-anak
lainnya telah mengalami penurunan, seiring dengan peningkatan pendidikan ibu,
higiene rumah tangga dan lingkungan, pendapatan dan akses ke pelayanan
kesehatan. Kematian bayi baru lahir kini merupakan hambatan utama dalam
menurunkan kematian anak lebih lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi baru
lahir dapat ditanggulangi.
Sekitar 61
persen perempuan usia 10-59 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal
yang disyaratkan selama kehamilan terakhir mereka. Kebanyakan
perempuan hamil (72 persen) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi
putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan.
Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen
perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama
kehamilan terakhir mereka.
Kualitas
pelayanan yang diterima selama kunjungan antenatal tidak memadai. Kementerian
Kesehatan Indonesia merekomendasikan komponen-komponen pelayanan antenatal yang
berkualitas sebagai berikut: (i) pengukuran tinggi dan berat badan, (ii)
pengukuran tekanan darah, (iii) tablet zat besi, (iv) imunisasi tetanus
toksoid, (v) pemeriksaan perut, dan selain (vi) pengetesan sampel darah dan
urin dan (vii) informasi tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Sekitar 86
dan 45 persen perempuan hamil masing-masing telah diambil sampel darah mereka
dan diberitahu tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan. Akan tetapi, hanya 20
persen perempuan hamil mendapatkanl lima intervensi pertama secara lengkap,
menurut Riskesdas 2010. Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan cakupan
tertinggi, proporsi ini hanya 58 persen. Sulawesi Tengah memiliki cakupan
terendah sebesar 7 persen.
Sekitar 38 persen perempuan usia reproduktif menyatakan telah mendapatkan
dua atau lebih suntikan tetanus toxoid (TT2 +) selama kehamilan. Kementerian
Kesehatan merekomendasikan agar perempuan mendapatkan suntikan tetanus toksoid
selama dua kehamilan pertama, dengan suntikan penguat sekali selama setiap
kehamilan berikutnya untuk memberikan perlindungan penuh. Cakupan TT2 +
terendah terdapat di Sumatera Utara (20 persen) dan tertinggi di Bali (67
persen).
Kira-kira 31 persen ibu
nifas mendapatkan pelayanan antenatal “tepat waktu.” Ini berarti pelayanan dalam waktu 6 sampai 48 jam
setelah melahirkan, seperti yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.
Pelayanan pasca persalinan yang baik sangat penting, karena sebagian besar
kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama dan pelayanan
pasca persalinan diperlukan untuk menangani komplikasi setelah persalinan.
Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Papua menunjukkan kinerja terburuk
dalam hal ini, cakupan pelayanan pasca persalinan tepat waktu hanya 18 persen
di Kepulauan Riau. Sekitar 26 persen dari semua ibu nifas pernah mendapatkan
pelayanan pascapersalinan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembangunan era millenium yang
sudah di deklaraasikan, dikenal dengan millennium development goals (MDGs), dan
deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara
negara-negara berkembang dan negara maju. Negara-negara berkembang berkewajiban
untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia di mana kegiatan MDGs
di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan
negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya
keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. dalam pencapaian target MDGs tahun
2015, yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin
melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan
(promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention).
Perawat dalam melaksanakan
praktik kelapangan melaksanakan atau memberikan asuhan keperawatan di komunitas
atau masyarakat pertama, berbasis institusi pendidikan ketika sedang menempuh
program diploma, pada saat menempuh program sarjana (tahap akademik dan
profesi), pada tahap menempuh pascasarjana baik aplikasi maupun spesialis, dan
ketika berada di tatanan tempat kerja yaitu didinkes dan puskesmas. Derajat
kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika.
Kalangan ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari derajat
kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah perilaku
masyarakat. Peran perawat komunitas dalam pencapaian MDGs, baik secara langsung
maupun tidak langsung sangat berperan yaitu dengan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat seoptimal mungkin
3.2 Saran
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat
mengetahui lebih dalam tentang pembelajaran marternitas.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar