Assalamualaikum. Alhamdulillah terima kasih kepada teman-teman yang telah melihat blog saya semoga halaman demi halaman yg ada di blog ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua. Saya mohon maaf kepada teman-teman karena makalah' saya masih banyak kekurangan, saya pun masih butuh banyak belajar. Tetaplah semangatt bagi rekan'/ adik' yg saat ini masih dalam perkuliahan. tetaplah berusaha dengan ikhlas, jdilah tenaga kesehatan yg profesional. wassalamualaikum.wr.wb
Rabu, 18 November 2015
Senin, 02 November 2015
STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Standar praktek keperawatan
adalah acuan untuk praktik keperawatan yang harus dicapai oleh seorang
perawat dan dikembangkan untuk membantu perawat melakukan validasi mutu dan
mengembangkan keperawatan. Dan suatu pernyataan yang
menguraikan suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan untuk klien.
Perawat sebagai profesi pelayanan
kesehatan mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat / publik,
profesi keperawatan dan praktisi perawat. Praktek keperawatan ditentukan dalam
standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui
perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja.
( PPNI, 2000). Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan
professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983.
Oleh karena itu kita sebagai perawat yang
mengedepankan profesionalitas harus mampu memenuhi standar praktek keperawatan
yang telah di tetapkan tersebut agar mampu memelihara interaksi antara perawat
dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
1.2 Rumusan
Masalah
1).
Apa pengertian standar praktik keperawatan ?
2). Apa saja faktor yang
mempengaruhi pembuatan standar praktik keperawatan ?
3). Bagaimana menyusun standar
keperawatan ?
4). Siapa yang menyusun standar
keperawatan ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui standar praktik
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Standar Praktek Keperawatan
Standar praktek keperawatan adalah :
ekspektasi minimal dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman,efektif, dan
etis.standar praktek keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam
melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota profesi.
(Alim 2011)
Banyak masalah yang terjadi dilayanan kesehatan
di sebabkan kurangnya pengetahuan oleh para tenaga kesehatan mengenai apa yang
menjadi tugas dan wewenangnya dalm memberikan layanan kesehatan baik di rumah
sakit,praktek kelompok maupun prktek mandiri. (Abdul, 2011)
Dengan adanya standar keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan ke pasien diharapkan perawat mempunyai patokan
atau pedoman dalam memberikan layanan kesehatan ,sehingga tidak terjadi tumpang
tindih antara profesi yang satu dengan yang lain,dan tidak sampai terjadi mal
praktek (Munjida, 2011).
Fokus utama standar praktek
keperawatan adalah klien. Digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan
keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan. Melalui
standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atan tindakan keperawatan itu
yang telah diberi sesuai dengan yang direncanakan dan
apakah klien dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Standar praktik keperawatan
merupakan acuan untuk praktik keperawatan yang harus dicapai oleh seorang
perawat dan dikembangkan untuk membantu perawat melakukan validasi mutu dan
mengembangkan keperawatan.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Standar Praktik
Keperawatan
Proses keperawatan adalah
faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan (Doengoes,2000). Proses
keperawatan terbagi menjadi 5 langkah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dengan tidak di lakukannya proses
keperawatan yang benar maka pasien tidak mendapat asuhan keperawatan untuk
mengatasi masalah kesehatan dan mencegah masalah kesehatan yang baru bahkan
memperlambat proses kesembuhan dari pasien tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi standar praktek
keperawatan antara lain :
1.
Kecakapan intelektual
2.
Ilmu pengetahuan
3.
Percaya diri perawat
4.
Sarana
5.
Komunikas
6.
Pengalaman kerja perawat
7.
Motivasi pasien untuk sembuh
8.
Kedisiplinan
2.3. Langkah-Langkah Penyusunan Standar Praktik
Keperawatan
Penyusunan standar praktek keperawatan
membutuhkan waktu lama karena ada beberapa langkah yang harus ditempuh
diantaranya menentukan komite (tim penyusun), menentukan filosofi dan tujuan
keperawatan, menghubungkan standar dengan teori keperawatan, menentukan topik
dan format standar (Irawaty,1996,h.9)
Ada pendapat lain bahwa penyusunan
standar secara otomatis dilakukan oleh tim maka langkah-langkah dalam
penyusunan standar sebagai berikut : merumuskan filosofi dan tujuan,
menghubungkan standar dan teori yang relevan, menetapkan topik dan format
standar (Sahar,J, 1996).
Adapun langkah-langkah penyusunan
standar menurut Dewi Irawaty,1996 adalah :
1. Menetukan komite (tim khusus)
Penyusunan standar praktek keperawatan membutuhkan
waktu dan tenaga yang banyak, untuk itu perlu dibentuk tim penyusun. Tim
penyusun terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan
pengetahuan yang luas tentang pelayanan keperawatan.
2. Menentukan filosofi dan tujuan
keperawatan.
Filosofi merupakan keyakinan dan nilai dasar yang
dianut yang memberikan arti bagi seseorang dan berasal dari proses belajar
sepanjang hidup melalui hubungan interpersonal, agama, pendidikan dan
lingkungan. Didalam pembuatan standar, serangkaian tujuan keperawatan perlu
ditetapkan berdasarkan filosofi yang diyakini oleh profesi.
3. Menghubungkan standar dan teori keperawatan.
Teori yang dipilih amat bermanfaat dalam merencanakan
standar, mengarahkan dan menilai praktek keperawatan. Konsep-konsep keperawatan
dapat digunakan untuk menilai kembali tentang teori keperawatan yang telah
dipilih sebelumnya. Ada beberapa teori yang dapat dipilih dan disepakati oleh
kelompok pembuat standar keperawatan misalnya; teori Orem. Inti dari teori Orem
adalah adanya kepercayaan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk merawat diri
sendiri (Self Care).
Perawat profesional bertanggung jawab dalam membantu
klien untuk dapat melakukan perawatan mandiri, dengan melihat kemampuan yang
dimiliki klien. Berdasarkan teori tersebut maka dapat digunakan sebagai
landasan dalam mengembangkan standar praktek keperawatan.
4. Menentukan topik dan format standar
Topik-topik yang telah ditentukan disesuaikan pada
aspek-aspek penyusunan standar misalnya ; aspek asuhan keperawatan, pendidikan
dan kelompok klien atau yang bersifat umum yaitu menggunakan pendekatan
meliputi standar struktur, standar proses dan standar hasil.
Format standar tergantung dari cara pendekatan yang
dipilih sebelumnya dan topik standar yang telah ditentukan. Apabila standar
praktek keperawatan yang digunakan adalah pendekatan standar proses maka format
standar yang dipakai adalah format standar ANA 1991 terdiri dari enam tahap
yang meliputi ; pengkajian , diagnosa, identifikasi hasil, perencanan,
implementasi dan evaluasi.
Karena standar merupakan pendekatan sistematis yang
terencana dalam praktek keperawatan maka diharapkan bahwa pelayanan keperawatan
yang diberikan pada klien juga termasuk pendekatan diri klien dan keluarganya.
2.4 Komite Keperawatan
Komite
Keperawatan merupakan wadah non struktural yang berkembang dari struktur
organisasi formal rumah sakit bertujuan untuk menghimpun, merumuskan dan
mengkomunikasikan pendapat dan ide-ide perawat/bidan sehingga memungkinkan
penggunaan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan ide dari staf profesional
keperawatan.
Komite
Keperawatan merupakan oganisasi yang berfungsi sebagai wahana bagi tenaga
keperawatan untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan tentang hal-hal yang
terkait masalah profesi dan teknis keperawatan.
Fungsi Komite
Keperawatan :
·
Dalam kaitan dengan
pelayanan keperawatan di rumah sakit
1. Menjamin
tersedianya norma-norma : standar praktek/asuhan/prosedur keperawatan sesuai
lingkup asuhan dan pelayanan serta aspek penting asuhan di seluruh area
keperawan
2. Menjaga
kualitas asuhan melalui perumusan rencana peningkatan mutu keperawatan tingkat
rumah sakit: menetapkan alat-alat pemantauan, besar sampel, nilai batas,
metodologi pengumpulan data, tabulasi, serta analisis data.
3. Mengkoordinasi
semua kegiatan pemantauan mutu dan evaluasi keperawatan : jenis kegiatan,
jadwal pemantauan dan evaluasi, penanggung-jawab pelaksana.
4. Mengintegrasikan
proses peningkatan mutu keperawatan dengan rencana rumah sakit untuk menemukan
kecenderungan dan pola kinerja yang berdampak pada lebih dari satu departemen
atau pelayanan.
5. Mengkomunikasikan
informasi hasil telaah mutu keperawatan kepada semua yang terkait, misalnya
komite mutu rumah sakit.
6. Mengusulkan
solusi kepada manajemen atas masalah yang terkait dengan keprofesionalan tenaga
dan asuhan dalam sistem pemberian asuhan, misalnya sistem pelaporan pasien,
penugasan staf.
7. Memprakarsai
perubahan dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
8. Berpartisipasi
dalam komite mutu tingkat rumah sakit.
9. Mempertahankan
keterkaitan antara teori, riset dan praktek.
·
Dalam kaitan dengan
anggota
1. Menetapkan
lingkup praktek, kompetensi dan kewenangan fungsional tenaga keperawatan.
2. Merumuskan
norma-norma: harapan dan pedoman perilaku.
3. Menyediakan
alat ukur pantau kinerja tenaga keperawatan.
4. memelihara
dan meningkatkan kompetensi untuk meningkatkan kinerja anggota.
5. Membina
dan menangani hal-hal yang berkaitan dengan etika profesi keperawatan.
6. Mewujudkan
komunitas profesi keperawatan.
7. Merumuskan
sistem rekruitmen dan retensi staff.
Garis besar
tugas Komite Keperawatan :
1. Menyusun dan menetapkan Standar Asuhan
Keperawatan di RS
2. Memantau pelaksanaan asuhan keperawatan
3. Menyusun model Praktek Keperawatan Profesional
4. Memantau dan membina perilaku etik dan
profesional tenaga keperawatan
5. Meningkatkan profesionalisme keperawatan melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan seiring kemajuan IPTEK yang
terintegrasi dengan perilaku yang baik.
6. Bekerja-sama dengan Direktur/bidang keperawatan
dalam merencanakan program untuk mengatur kewenangan profesi tenaga keperawatan
dalam melakukan asuhan keperawatan sejalan dengan rencana strategi RS.
7. Memberi rekomendasi dalam rangka pemberian
kewenangan profesi bagi tenaga keperawatan yang akan melakukan tindakan asuhan
keperawatan.
8. Mengkoordinir kegiatan-kegiatan tenaga
keperawatan, menyampaikan laporan kegiatan Komite Keperawatan secara berkala
(setahun sekali) kepada seluruh tenaga keperawatan RS.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Standar praktek keperawatan
adalah suatu pernyataan yang menguraikan suatu kualitas yang diinginkan
terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan untuk klien.
Fokus utama standar praktek
keperawatan adalah klien. Digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan
keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan.
Standar praktik keperawatan
merupakan acuan untuk praktik keperawatan yang harus dicapai oleh seorang
perawat dan dikembangkan untuk membantu perawat melakukan validasi mutu dan
mengembangkan keperawatan.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar semua perawat dan tenaga medis lainnya bekerja sesuai
etik serta bekerja secara kolaborasi dengan menjadikan keamanan dan keselamatan
pasien sebagai prioritas utama sehingga berbagai bentuk kelalaian dapat di
hindari atau di minimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
http://tiarsblog.blogspot.com/2011/08/komite-keperawatan.html
NURSING DOCUMENTATION
ASSESSING EYES
Assessor : Lista Guspani
Patient : Ria Masela
Report :
Left and right
eyes simetris, sclera white, conjunctiva normal, cornea brown, both eyeballs
move together in one direction. Normal visual, no tenderness on both eyeballs.
No oedema, snellen 20/20 OD and 20/20 OS. Able to read newspaper at distance of
12 inch.
ASSESSING EARS
Assessor : Lista Guspani
Patient : Ria Masela
Report :
Left and right
ears simetris, color matching with other members part of the body, whisper test
response positive bilaterally, voice perceived from 15 feet. Pinna smooth with
no tenderness over mastoid. Ear canals clear with no drainage, np bulging
noted.
BATHING REPORT
Assessor : Lista Guspani
Patient : Ria
Masela
Report :
07.30 WIB.
Complete bath given. Patient cooperate and able to assist. Skin on both legs
dry flaking, complains have a painful in shoulder . Bath oil added to bath
water. Bathing with warm water and her
own soap. After bath, emollient lotion
applied in her legs and eucalyptus oil applied in her shoulder. States painful
is less now.
Jumat, 30 Oktober 2015
MAKALAH PENYEMBUHAN LUKA by Lista
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang tidak bisa mempertahankan hidupnya
sendirian. Setiap hari manusia yang satu selalu berinteraksi dengan manusia
lainnya. Situasi yang timbul dari proses interaksi inipun beragam, mulai dari
yang ringan, sedang, sampai yang berat. Sehingga kadang - kadang tanpa kita
sadari muncul luka.
Luka
adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Proses
yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan
yang merupakan perupaan kembali (remodeling) jaringan. (Sjamsuhidajat, R &
Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta.)
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian luka ?
2.
Apa saja macam-macam luka ?
3.
Bagaimana proses penyembuhan luka ?
1.3 Tujuan
-
Tujuan Umum :
Untuk memahami tentang penyembuhan luka.
-
Tujuan Khusus :
1) Untuk
mengetahui apa itu luka.
2) Untuk
mengetahui macam-macam luka.
3) Untuk
mengetahui bagaimana proses penyembuhan luka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Luka
Luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
lain (Kozier, 1995). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).
Luka
adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka,
bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1. Hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon
stres simpatis
3. Perdarahan
dan pembekuan darah
4. Kontaminasi
bakteri
5. Kematian
sel
2.2 Klasifikasi Luka
Luka
sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka.
1.
Berdasarkan tingkat kontaminasi
a). Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah
takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi
pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka
bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b).
Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi
terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% – 11%.
c). Contamined Wounds (Luka terkontaminasi),
termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% – 17%.
d). Dirty
or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.
2.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a)
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b)
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c)
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya.
d)
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3.
Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a). Luka akut: yaitu luka
dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b). Luka kronis yaitu luka yang
mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen.
4.
Berdasarkan mekanismenya:
1. Luka
mekanik
a. Luka
insisi terjadi karena teriris benda tajam.
b. Luka
memar, terjadi akibat benturan dengan benda tumpul.
c. Luka
lecet, terjadi karena bergesekan dengan benda yang kasar tapi tidak tajam.
d. Luka
tusuk, terjadi akibat benda tajam yang berdiameter kecil dan masuk dalam tubuh termasuk juga karena tembak
(peluru).
e. Luka
robek, terjadi karena benda tajam dan kasar.
f. Luka
tembus, terjadi luka yang menembus organ tubuh.
g. Luka
gigitan, terjadi karena gigitan binatang atau manusia
2. Luka
Non Mekanik
Luka Bakar, kehilangan atau kerusakan
jaringan tubuh terjadi karena disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau listrik.
oleh energi panas atau bahan kimia atau listrik.
2.3 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan
luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan
jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan
sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan
jaringan yang mencapai normal.
Penyembuhan
luka dapat terjadi secara:
·
Per Primam, yaitu penyembuhan yang
terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
·
Per Sekundem, yaitu luka yang tidak
mengalami penyembuhan per primam. Proses penyembuhan terjadi lebih
kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya
dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi/terinfeksi.
Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi.
·
Per Tertiam, atau Per Primam tertunda
yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan
debridemen setelah diyakini bersih, tetapi luka dipertautkan (4-7 hari).
Setiap
kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan
komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru
dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian
obat-obatan, kondisi metabolik).
Pada
dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau
katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Setiap proses penyembuhan luka akan
terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan
serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya
perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
a. Fase inflamasi :
o
Hari
ke 0-5
o
Respon
segera setelah terjadi injuri
o
Pembekuan
darah
o
Untuk
mencegah kehilangan darah
o
Karakteristik
: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
o
Fase
awal terjadi hemostasis
o
Fase
akhir terjadi fagositosis
o
Lama
fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b. Fase proliferasi :
o
Hari
3 – 14
o
Disebut
juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
o
Luka
nampak merah segar, mengkilat
o
Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah
yang baru, fibronectin and hyularonic acid
o
Epitelisasi
terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka
o
Epitelisasi
terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c. Fase maturasi atau remodelling
o
Berlangsung
dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun
o
Terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength)
o
Terbentuk
jaringan parut (scar tissue)
o
50-80%
sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
o
Terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan.
§ Sel – sel yang
berperan dalam proses penyembuhan luka
a.
Pada fase inflamasi :
o
Sel leukosit (netrofil) untuk memfagosit
sel / benda asing.
o
Netrofil digantikan oleh sel makrofag
yang fungsinya : sintesa kolagen, membentuk jaringan granulasi dan fibroblas,
memproduksi growth factor, dan pembentukan kapiler.
b. Pada fase
proliferasi :
o
Sel fibroblas mengeluarkan substansi (
kolagen, elastin, hyaluronic acid, 2 fibronectin ),berperan dalam membangun (
rekonstruksi) jaringan baru (granulasi).
o
Pada proses epithelisasi, fibroblas
mengeluarkan keratinocyte growth factor.
c. Pada fase
maturasi
o
Fibroblas meninggalkan jaringan
granulasi
Selain itu
ada beberapa tatalaksana dalam perawatan luka. Tatalaksana tersebut dapat
dipaparkan sebagai berikut, yaitu : Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa
tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik,
pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk
mencucikan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan
cepat (efektif dalam 2 menit).
b. Halogen dan senyawanya.
1) Yodium, merupakan
antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh
spora dalam 2-3 jam.
2) Povidon Yodium (Betadine,
septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah
dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3) Yodoform, sudah
jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
4) Klorhesidin (Hibiscrub,
savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan
fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
c. Oksidansia
1) Kalium permanganat, bersifat
bakterisid dan fungisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
2) Perhidrol (Peroksida air, H2O2),
berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman
anaerob.
d. Logam berat dan garamnya
1) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat
menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
2) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan
5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang
timbulnya kerak (korts).
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik
lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
1) Trinitrofenol (asam pikrat),
kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan
luka bakar.
2) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat
untuk mencuci tangan.
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka
adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA,
2004:16).Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu
:
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya
dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi
semua jaringan mati.
c. Berikan antiseptik.
d. Bila diperlukan tindakan ini dapat
dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
e. Bila perlu lakukan penutupan luka
(Mansjoer,2000: 398;400)
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami
infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka
yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi
lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup
dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan
berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan
efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
7. Pemberian Antibiotik prinsipnya pada
luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau
kotor maka perlu diberikan antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah
tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai
faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap
penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel
1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No
|
Lokasi
|
Waktu
|
1
|
Kelopak
mata
|
3
hari
|
2
|
Pipi
|
3-5
hari
|
3
|
Hidung,
dahi, leher
|
5
hari
|
4
|
Telinga,kulit
kepala
|
5-7
hari
|
5
|
Lengan,
tungkai, tangan,kaki
|
7-10+
hari
|
6
|
Dada,
punggung, abdomen
|
7-10+
hari
|
2.4 Faktor yang Mempengaruhi
Penyembuhan Luka
Penyembuhan
luka dapat tegantung oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) atau oleh
penyebab dari dalam tubuh sendri (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah
ganguan koagulasi yang disebut koagulopati dan ganguan sistem imun. Berikut
adalah faktor yang bisa menghambat penyembuah luka :
·
Usia
Anak
dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis
dari faktor pembekuan darah.
·
Nutrisi
Penyembuhan
menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn.
Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi
luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
·
Infeksi
Infeksi
luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
·
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah
kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak
subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada
orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh
darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun
pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya
volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen
dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
·
Hematoma
Hematoma
merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
·
Benda asing
Benda
asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan
yang kental yang disebut dengan nanah (pus).
·
Iskemia
Iskemia
merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
·
Diabetes
Hambatan
terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
·
Keadaan Luka
Keadaan
khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
·
Obat
Obat
anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid
: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
b. Antikoagulan
: mengakibatkan perdarahan.
Antibiotik
: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. (www.emedicine.com/plastic/TOPIC477.HTM
di akses tanggal 12 september 2011.)
2.5 Faktor yang Mempengaruhi
Penanganan Luka
1.
Lama luka
Golden priod (masa emas) merupakan saat
kita menggap suatu luka dapat di tangangi dengan sempurna. Jadi luka masih dapat
di jahit secara primer. Golden priod suatu luka ± 6 jam. Masa ini berlaku untuk
luka kotor dan jelas terkontaminasi. Pada daerah dengan vaskularisasi sangat
baik, misalkan kepala dan wajah golden priodnya ± 8 jam. Bila luka masih berada
pada golden priod, maka dapat di peroleh Clean Surgical Wound (luka bedah
yang bersih). (Balai
kesehatan PMI kota Jaksel. Luka. 2011)
2.
Bentuk anatomi luka
Luka-luka sederhana cukup dibersihkan
dan diberi obat. Sedangkan luka- luka dengan bentuk tak teratur harus di
debridement kemudian dilakukan tindakan selanjutnya. (Balai
kesehatan PMI kota Jaksel. Luka.2011)
2.6 Komplikasi
a.
Komplikasi
Penyembuhan Luka
1. Infeksi
Invasi bakteri pada
luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan.
Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,
kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan
jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat
menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi,
atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia
mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan)
jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan
tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi
pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence
dan Eviscerasi
Dehiscence dan
eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya
pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang
nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah,
dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence
luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah
luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk
segera dilakukan perbaikan pada daerah.
b.
Pengaruh
Psikologi
1. Depresi
Reaksi frustrasi yang
membuat kita murung berlanjut, sedih, hilang gairah hidup, dan tidak berdaya
berhadapan dengan keadaan penyakit dengan luka yang sudah lama dan sukar untuk
disembuhkan.
2. Apati.
Kekesalan yang
ditunjukkan dengan bersikap masa bodoh, acuh tak acuh, putus asa, tidak peduli
lagi akan kehidupan dan kesembuhan lukanya.
3. Agresi
Memberikan perlawanan kepada
semua yang ada disekelilingnya setiap orang memberikan semangat hidup dan
menasehatinya.
c.
Komplikasi
Dari Luka
1. Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus
mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi
terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.
2. Infeksi
(Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka
yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan
biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya
meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan
nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara
lain :
a. Cellulitis merupakan infeksi bakteri
pada jaringan
b. Abses, merupakan infeksi bakteri
terlokalisasi yang ditandai oleh terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik,
Sel Darah Putih)
c. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan
dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat
diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
3. Dehiscence
dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah.
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari
dalam luka.
4. Keloid
Merupakan jaringan ikat
yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan
tidak pada setiap orang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Luka
adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka,
bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka. Tahapan penyembuhan luka terdiri dari fase inflamasi,
fase ploriferasi dan fase maturasi.
3.2
Saran
Sebisa mungkin hindari hal – hal yang dapat menyebabkan luka. Namun, bila terjadi luka
segeralah untuk di bersihkan agar terhindar dari infeksi untuk mempercepat
penyembuhan luka. Apabila luka tersebut robek karena benda tajam segera di
jahit untuk menhidari banyaknya darah yang keluar dan luka terhindar dari
infeksi.
Langganan:
Postingan (Atom)